October 22, 2011

Pelukis Jalanan Di Sudut Taman Bungkul

Tampak dari kejauhan, di sudut pohon Taman Bungkul Surabaya, lelaki separuh baya dengan kuas di tangan kirinya, sedang melukis wajah seseorang yang menjadi objek lukisnya.

Memang tampak biasa, pria kelahiran Sidoarjo 56 tahun silam ini, namun dengan keajaiban tangannya itu, ia mampu merubah serbuk karbon menjadi karya seni lukis yang luar biasa. Yudi begitu panggilannya, bapak lima orang anak ini, lebih dari 30 tahun telah menekuni bidang seni, terutama seni lukis.

Berbagai karya telah ia hasilkan, dengan peralatan lukisnya yang sederhana. Salah satunya koran, dengan serbuk karbon, koran yang telah dibentuk menjadi runcing dijadikannya sebagai kuas, untuk melukis setiap objek yang digambarnya. Tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan satu sketsa wajah, hanya lima belas menit waktu yang dibutuhkannya. Tangan yang cepat dan akurat, serta keahlihan melukis yang telah digeluti semenjak duduk di bangku SMP, membuat banyak pengunjung memintanya untuk melukiskan wajah dirinya ataupun anggota keluarganya.

Tak butuh biaya mahal, hanya dua puluh ribu rupiah, sebuah sketsa wajah yang mirip dengan aslinya, mampu Yudi hasilkan dalam goretan karbon di sebuah kanvas. Dalam sehari penghasilan yang ia dapat tak tentu, terkadang ia membawa uang pulang hanya empat puluh ribu rupiah, terkadang juga tak membawa uang sama sekali. Namun baginya semua itu adalah sebuah jalan hidup yang harus ia jalani dan syukuri.

Meski di usianya yang tak lagi muda, Yudi tetap berkeliling dari Mojokerto, Krian hingga Surabaya tiap harinya untuk mengapresiasikan jiwa seni dalam dirinya, selain juga untuk mencari nafkah bagi kebutuhan hidup sehari-harinya. Di rumah ia juga menerima pemesanan skesta wajah ataupun sejenisnya. Yudi tak pernah meminta kepada anak-anaknya, semua ia lakukan sendiri, dari mulai mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari hingga menyekolahya anak-anaknya.

Di luar kehidupannya sebagai pelukis jalanan, Yudi merupakan seorang Ayah yang luar biasa. Ternyata bakat di bidang seninya menurun pada anak-anaknya. Anak pertamanya laki-laki telah menjadi seorang pengajar seni rupa di salah satu SMA di Sidoarjo, begitu juga dengan anak keduanya, seorang putri yang juga seorang pengajar seni.

Kini tinggal tiga orang anaknya yang masih meneruskan pendidikan di bangku sekolah , salah satunya juga telah berkuliah di Fakultas Seni dan Bahasa UNESA Surabaya. Tak banyak harapan yang dilontarkannya, ia hanya ingin melihat anak-anaknya kelak menjadi orang-orang yang sukses sesuai dengan apa yang mereka inginkan. - Marga B/10.31.3656 | foto : dok

1 comments:

sampai hari ini masih ada mas?

Post a Comment