December 22, 2011

Sampai Tahun Baru 2012, Harga Jeruk Nipis Lokal Turun

Persaingan naik-turunnya harga pada jeruk nipis, di kawasan pasar Keputran, Surabaya, membuat pedagang agen jeruk nipis ini masih bertahan Sabtu lalu (17/12). Salah satunya ialah Sutris (28), kurang lebih sudah 12 tahun membuka stan di lantai 2. Namun, ia tidak sendiri berjualan, melainkan ditemani oleh seorang ponakan yang bernama Suwito (47) dan keduanya sama-sama dari perantauan Blitar.

Jeruk nipis yang ia jual ini didatangkan langsung dari Banyuwangi, Bali, dan Sulawesi. Perkiraan antara bulan September sampai Tahun Baru 2012, harga perkilonya turun sekitar Rp 6 ribu sudah termasuk relatif murah, karena faktor musim hujan yang membuat panen jeruk nipis ini melimpah. Sedangkan pada bulan Juni-Agustus, harga jeruk nipis naik menjadi Rp 8 ribu perkilonya, karena musim kemarau yang menyebabkan sulitnya mendapatkan air, sehingga hasil panen menjadi sedikit. Pedagang agen sekaligus grosir jeruk nipis ini, meraup keuntungan yang cukup lumayan. Laba pada agen, omzetnya kurang lebih mencapai Rp 500 ribu, sedangkan pada grosir perharinya Rp 200 ribu tergantung banyak sedikitnya barang.

Pria yang memiliki 1 anak ini, rela berjualan merantau di Surabaya untuk menghidupi perekonomian keluarganya. Dengan menyewa kamar ukuran 3x3 di lantai 2 yang tak jauh dari stan dagangannya, ia harus membayar Rp 700 ribu pertahun, belum termasuk harga biaya lainnya seperti karcis perbulan yang dipatok dengan harga Rp 26 ribu, listrik lampu Rp 25 ribu, sedangkan untuk pajak ditanggung pemilik sewa kamar.

Mengenai tanggapan penggusuran pasar Keputran yang dialihkan ke tempat lain, ia tak tanggung-tanggung untuk minta ganti rugi pada pemerintah. “ Kalau pemerintah menggusur ya manut wae, misalnya digusur penempatan lahan baru itu harus ada. Ada pemindahan pasti akan dapat tempat karena stan-stan disini ada suratnya. Kalau ditutup pasar ini, tapi tak dikasih tempat pemindahan ya harus di tuntut, minta ganti rugi, dimana letak kepemimpinannya? Pemimpin itu harus adil, intinya sama rata” tegasnya.

Namun kendala berdagang jeruk nipis yang dihadapi oleh Sutris ini hanya sepi pembeli saja. Apalagi karena faktor cuaca hujan yang melanda di Surabaya, membuat dagangannya sepi. Ramainya pembeli yang berdatangan antara pukul 3-6 sore. Meski begitu, Sutris tidak merasa kecewa apalagi berniat ingin membuka stan lain di beberapa pasar, karena pelanggannya ini sudah meluas diantaranya pasar DTC, pasar Mangga Dua, sampai Madura dan Sumenep.

Sebelum jeruk nipis lokal itu dikirim kepada pelanggan yang melakukan transaksi banyak, ia sempat mencuci jeruk nipis dengan bantuan kakinya menggunakan air yang dicampur dengan sampo rambut agar kulit pada jeruk terlihat mengkilap. Ia sengaja tidak memilih mencuci sabun biasa karena bisa merusak kulit luar yang ada pada jeruk nipis.(Fina Marviani Putri/10.31.3639/Broadcasting)

0 comments:

Post a Comment